Yolie wrote: | Usul nih......... sekarang sekolah Katholik untuk survive sudah mepet. Belum lagi kalau ada ini itu.
Suster/Pastor yang jadi ketua yayasan memang mereka mendapatkan sumbangan pribadi dari ex murid dll. Donatur memang mempercayakan pada person tsb. Makanya mereka yang akan bertanggungjawab terhadap ordo masing2. Itu bukan urusan kita titik.
Yang paling penting, kita yang alumni dari sekolah tersebut...... mulai memikirkan dan menggalang teman2 ...... bukan hanya untuk reuni, tapi memikirkan apa yang dapat kita berikan pada almamater.
Yang aku tahu ITB, mereka mempunyai kelompok ortu yang menggalang dana dari mahasiswa untuk membantu temannya. Nah di sana terkumpul juga mantan2 mahasiswa yang sudah berhasil, mereka menjadi donatur2.
Kiranya kita patut meniru ini. Kita bisa berdiri terlepas dan mengelola serta mengatur AD/ART sendiri. Daripada sekolah hanya tergantung dari anggaran yang disisihkan oleh gereja dan membuat subsidi silang di antara murid2 yang menyebabkan ......... aaiioouu.........
Kanisius, De Brito, Aloysius........ dan Tarakanita, Ursula, dll masih banyak sekali........ ke mana? Mana alumni mereka? Kita cenderung jalan sendiri2, dengan mentransfer dana ke suster/pastor........ dan menyerahkan dana itu untuk dikelola......... kemudian menjadi sas sus yang tidak enak.
Yang perlu kita pikirkan, apa yang dapat kita lakukan untuk membuat sekolah Katholik murah dan bermutu.
Netters ekaristi.org pasti dapat melakukan yang terbaik sebagai Gereja yang handal dan kompeten. Proficiat. |
sekolah2 ngetop itu umumnya menghasilkan alumni2 yg cenderung ekslusif. Saya bs bicara spt itu karena pernah bersekolah di sekolah ngetop nan mahal (SD-SMP) dan sekolah katolik yg berjuang di pelosok (SMA - Asrama).
Ingat betul dalam benak saya, saat sekolah di sekolah katolik elite tsb anak2 org kaya kerap menonjolkan kekayaan, saya sempat merasa minder lho walaupun pada saat itu saya minta pasti dibeliin oleh ortu waktu itu lagi jaman2nya bawa hp ke sekolah gak tanggung2 teman2 saya bawa NOKIA 8250, saya dibelikan NOKIA 8210, namun pada saat saya SMA baru sadar bersekolah dg teman2 yg berasal dr pelosok desa campur kota. ada yg ga bener disitu. khususnya dalam hal GAP EKONOMI.
Saat SMP pun kelas saya duduknya sendiri2, mungkin sekolah berharap spy anak2 murid belajar utk mencontek atau mengganggu satu sama lain, padahal, yg namanya usaha nyontek mah bs dg berbagai cara. namun dr konfigurasi tmp duduk tsb ada satu nilai yg mereka lupakan, yaitu NILAI SALING BERBAGI, bukan berbagi jawaban lho, tapi saling tolong menolong dan saling membantu antar teman.khususnya yang pintar dg kurang.
Hasilnya ya gitu deh...lulusannya egois2 dan hanya mementingkan diri sendiri. Betul sih pinter2, cerdas2, dan kaya2...tapi ya buat apa?? mereka hanya berjuang bagi diri mereka sendiri. Kebersamaan yang hangat???
Seperti itukah ajaran nilai katolik di kota2 besar...?? |